Kamis, 19 Mei 2011

Teka Teki Gempa Jogja

GEMPABUMI tektonik yang mengguncang Daerah Yogyakarta dan sekitarnya pada hari Selasa (9 November 2010) memiliki episenter di Samudera Hindia 112 kilometar arah selatan Pantai Paragtritis. Menurut BMKG gempabumi ini berkekuatan 5.6 Skala Richter (SR) dengan kedalaman 10 kilometer.

Getaran gempabumi ini dirasakan di Bantul dan Yogyakarta cukup kuat, diperkirakan dalam skala intensitas III-IV Modified Mercally Intensity (MMI). Dilihat dari kedalaman hiposenternya, gempabumi ini memberi informasi adanya aktivitas sesar aktif di laut sebelah selatan Parangtritis.

Timbul banyak tanda tanya dibenak warga terkait meningkatnya aktivitas gempabumi di Yogyakarta akhir-akhir ini. Fenomena apakah yang sedang terjadi dibalik sangat aktifnya kondisi tektonik Yogyakarta ini? Jika merujuk catatan Gempabumi Yogyakarta selama 4 bulan terakhir, sudah terjadi 8 kali gempabumi tektonik dirasakan, sehingga perlu kiranya dilakukan identifikasi tipe kegempaan sebagai langkah untuk antisipasi bahaya gempabumi. Sumber: Bpk. Daryono SSi MSi


Tipe Gempabumi
Kiyoo Mogi (1966), ahli seismologi Jepang membagi gempabumi tektonik ke dalam 3 (tiga) kelompok berdasarkan tipenya. Pertama adalah tipe gempabumi utama (mainshock) yang diawali oleh gempabumi-gempabumi kecil sebagai gempabumi pendahuluan (foreshocks). Kedua adalah tipe gempabumi utama (mainshock) yang kemudian diikuti gempabumi-gempabumi susulan (aftershocks). Ketiga adalah gempabumi swarm yang bermagnitudo kecil yaitu hanya sekitar 2.0 hingga 3.0 SR dan terjadi secara terus-menerus dalam waktu lama.

Jika melihat aktivitas kegempaan yang terus berlangsung di Yogyakarta, ada dugaan peristiwa kegempaan yang terjadi termasuk dalam kelompok tipe pertama, yaitu tipe  foreshocks-mainshock. Namun demikian yang melemahkan dugaan ini adalah hingga kini belum ada gempabumi yang dianggap sebagai gempabumi utama.

Peristiwa kegempaan Yogyakarta jika ditimbang dengan gempabumi tipe kedua tampaknya tidak mungkin. Disamping belum ada gempabumi utama, rentetan gempabumi ini pun tidak mencerminkan aktivitas gempabumi susulan. Rentetannya yang cenderung memiliki magnitudo seragam dan tidak menunjukkan gejala menurun makin menguatkan pendapat bahwa aktivitas gempabumi selama ini bukan tipe mainshock-aftershock.

Jika ditimbang dengan kelompok tipe ketiga, Gempabumi Yogyakarta saat ini dipastikan bukan tipe swarm karena rata-rata magnitudonya yang relatif cukup besar, yaitu 4.0 SR bahkan lebih. Karakteristik swarm biasa terjadi di daerah vulkanik aktif, geotermal atau daerah kapur yang kondisi batuannya sangat labil dan mudah patah.

Teka-Teki
Terlepas dari timbangan ketiga tipe-tipe gempabumi di atas, yang pasti peristiwa gempabumi di Yogyakarta selama ini diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif. Ini di dasarkan kepada data kedalaman hiposenternya yang kurang dari 15 kilometer. Apalagi jika ditinjau dari pola sebaran seismisitasnya yang membentuk sebuah klaster memanjang berarah baratdaya-timurlaut, tempak mencerminkan adanya sebuah aktivitas sesar.

Sebaran episentar gempabumi dirasakan akhir-akhir ini cenderung membentuk sebuah pola kelurusan. Jika dikaitkan dengan aftershocks menurut Walter et al., (2007) dan Meilano et al. (2006), tampak ada korelasi spasial antara data aftershocks 2006 dengan seismisitas saat ini. Klaster aftershocks menurut kedua peneliti ini memiliki pola kelurusan berarah baratdaya-timurlaut di sebelah timur depresi Bantul. Kelurusan ini merupakan indikasi kuat adanya fenomena sesar aktif di “segmen utara”. Sedangkan aktivitas kegempaan akhir-akhir ini cenderung terletak di “segmen selatan” hingga memasuki Samudera Hindia, yang ditandai gempabumi bermagnitudo 5.6 SR pada hari Selasa lalu.

Gabungan antara data gempabumi 2006 dan data gempabumi terakhir semakin mengokohkan dugaan eksistensi sesar aktif di sebelah timur Sesar Opak. Jika melihat data sebaran episenter terbaru yang terkonsentrasi di sebelah selatan aftershocks 2006, bisa jadi gempabumi kecil yang sering mengguncang Yogyakarta akhir-akhir ini merupakan manifestasi pelepasan tegangan litosfir di “segmen selatan” yang belum seluruhnya terlepas saat gempabumi 2006.

Sepatutnya kita tidak boleh memandang remeh rentetan aktivitas gempabumi dengan magnitudo kecil. Belajar dari ilmuwan Cina yang melakukan pemantauan urutan gempabumi kecil, akhirnya mereka dapat menyelamatkan sekitar 100.000 jiwa penduduk Haicheng pada peristiwa Gempabumi Haicheng 1975.


Apakah aktivitas seismik akhir-akhir ini ini cerminan dari masih tingginya tegangan yang masih tersimpan di zona sesar? Apakah rentetan gempabumi ini merupakan gempabumi pendahuluan yang akan diakhiri dengan sebuah gempa utama? Seluruh kejadian ini masih menjadi teka-teki yang sulit dijawab, sehingga menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita ditengah berbagai kendala yang ada.

Ancaman banjir lahar merapi

sumber :http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/01/14/134543/10/Ancaman-Banjir-Lahar-Merapi
BANJIR lahar dingin yang menyapu sejumlah wilayah di Kabupaten Magelang akhir-akhir ini bukanlah suatu kebetulan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dahsyatnya banjir lahar di kawasan barat Merapi, di antaranya adalah karakteristik endapan material vulkanik di sisi barat Merapi  yang lebih ringan dan tingginya intensitas curah hujan di kawasan Merapi saat ini.

Kawasan barat Merapi banyak menyimpan material Merapi yang lebih ringan. Jika kita menengok kembali peristiwa erupsi tiga bulan lalu, masih segar dalam ingatan bahwa hujan abu  akibat semburan material vulkanik letusan lebih dominan menyebar ke arah barat. Dampak dari dominasi aliran hujan abu ke arah barat ini menyebabkan di kawasan barat Merapi lebih banyak menyimpan material piroklastik ringan hasil letusan yang berarah vertikal seperti material abu, pasir dan kerikil.

Berbeda dari kondisi endapan material di kawasan barat Merapi, maka karakteristik material yang terendapkan di kawasan selatan Merapi relatif lebih berat. Ini disebabkan karena endapan material erupsi kawasan selatan Merapi lebih banyak dikontrol oleh tumpahan material piroklastik panas sehingga karakteristik materialnya  berukuran  lebih besar seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan batu besar.

Gambar 1. Banjir Lahar yang melalui kali Putih, Muntilan meluap akibat hujan deras

Lahar merupakan material piroklastik yang mengalir akibat bercampur dengan air hujan. Meskipun material lahar tersusun atas abu gunung api dan fragmen batuan, tetapi banjir lahar mampu mengalir lebih deras dan lebih cepat jika dibandingkan dengan aliran air biasa. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran lahar bisa mencapai lebih dari 65 kilometer per jam dan dapat mengalir deras hingga jarak lebih dari 80 kilometer.

Aliran debris dengan massa jenis besar ini meluncur dengan percepatan makin besar, karena laju alirannya ditopang gaya gravitasi. Laju aliran lahar makin kencang dengan tenaga yang besar, apalagi Merapi merupakan gunung api strato sangat curam. Material erupsi yang lebih ringan seperti abu dan pasir yang banyak terendapkan di kawasan barat Merapi, bersifat ringan dan sangat mudah dilarutkan dan terbawa aliran air hujan.

Saat ini curah hujan di kawanan Merapi sangat tinggi selama puncak musim hujan seperti saat ini sehingga potensi banjir lahar di lereng barat dan barat daya Merapi tetap mengancam seluruh daerah aliran Kali Krasak, Kali Putih, Kali Blongkeng, Kali Pabelan, Kali Senowo dan, Kali Apu.

Hingga Februari
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingginya curah hujan pada saat ini. Pertama; saat ini merupakan puncak musim hujan. Puncak musim hujan di kawasan Merapi terjadi pada Januari dan Februari. Contohnya adalah kawasan Kaliurang mengalami rata-rata curah hujan bulanan 508 milimeter pada Januari dan 514 milimeter pada Februari. Tingginya curah hujan pada bulan-bulan tersebut menunjukkan bahwa puncak musim hujan di kawasan Merapi terjadi pada Januari dan Februari.

Kedua; berdasarkan pemantauan suhu muka laut di Samudera Pasifik ekuator yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemantau cuaca dunia, saat ini menunjukkan kondisi cukup dingin, sementara anomali suhu muka laut di sekitar Indonesia diprediksi cukup hangat hingga Februari 2011 dan mulai mendingin pada Maret 2011. Berlangsungnya penyimpangan iklim global La Nina semacam ini, memberi peluang terjadinya curah hujan di atas normal di wilayah Indonesia.

Ketiga; secara regional saat ini di Jawa sedang berlangsung monsun baratan sehingga cukup besar peluang terbentuknya daerah konvergensi berupa sabuk awan hujan. Data dinamika atmosfer yang bersumber dari citra satelit cuaca pada awal Januari menunjukkan wilayah Indonesia sedang berlangsung pembentukan zona konvergensi hasil pertemuan massa udara yang membawa uap hujan dari belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. (di kutip dari : Bpk. Daryono SSi MSi peneliti pada instansi BMKG)

?

kini aq sendiri
tak ada yg mau menemaniku
aq hanya hidup dg kehampaan yang kosong
aq butuh cinta
cinta yang mampuh membuatq tersenyum
cinta yang mampuh membuatq tertawa
dan cinta yang mampuh membuatq semngat
kenapa aq tak bisa mencintai??
disaat dia bisa mencintaiq dengan stulus hatinya
kenapa aq tak bisa membalas cinta nya
sekejam inikah aq pada dia??
maafkan aq,,,

PuisiV

Dalam penantianku....
Kupilih tuk bermimpi tentangmu
Cinta ini kan slalu memaksaku
Memimpikanmu....
Namun kuingin kau hadir
Yakinkan ku bahwa penantian ini...
Tidaklah sia-sia

Kuingin tersenyum...
Dan kau hadir
Sebagai kekasih sejati
Saat taman hatiku tlah memilihmu
Cobalah tuk sadari cinta ini...
Walau kadang ini memaksaku...minitikan air mata lagi

Telah jatuh jutaan air matadalam penantian panjangku
Ingin kuakhiri penantian panjang ini
Dengan sayang yang terpadu dalam kasih
Dengan tawa sebagai tanda bahagia